Jumat, 23 November 2012

Almarhum Bapak dan Ibu Kandungku, di Pernikahanku


Dan akhirnya…. moment itu tiba, aku dan seorang wanita yang bakal jadi istriku, sudah siap di depan pak penghulu. Semua keluarga berkumpul, yang terlihat dari raut wajah mereka adalah senyum kebahagiaan. Aku pun bahagia melihat semua keluarga ku bisa berkumpul dan hadir di acara yang penting ini.

Saat Bapak dan Ibu kandungku  melihatku duduk di “Panggung Pelaminan” bersama seorang wanita yang di anggapnya pantas mendampingiku,  Mereka pun tersenyum bahagia…..

Ku lihat Ibu Tiriku juga tersenyum bahagia, duduk bertiga mereka berdampingan, aku jadi terharu dan Tak terasa air mata ini mengalir, ada rasa bahagia yang sangat, dalam hati ini. Melihat mereka orang-orang yang aku cintai bisa melihat aku disini dengan gadis pujaanku…



Prosesi Ijab Qobul pun berlangsung,  dengan suasana yang khidmat terdengar lirih tangisan kedua Ibu ku (Ibu kandung ku dan Ibu tiri ku),  dan dilihat dari raut mukanya Bapak terlihat sangat tegang. Tapi ada hal yang tidak aku ketahui, di hari yang bahagia itu Bapak ku pergi kebelakang  sebentar, dan menangis?

Bapak ku menangis karena  sangat berbahagia, kemudian Bapak berdoa….. Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Bapak berkata:

“Ya Allah, ya Tuhanku ….. Putra kecilku yang lucu dan kucintai kini telah menjadi laki-laki dewasa…. Bahagiakanlah ia bersama istrinya…”

Setelah itu Bapak dan kedua Ibu ku hanya bisa menunggu kedatanganku bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk… Bapak telah menyelesaikan tugasnya menjagaku …..

Tapi sayang sebelum Bapak dan Ibu kandungku  melihatku berhasil dan duduk di pelaminan bersama gadis pujaanku…

Beliau terlebih dahulu menghadap Tuhan….

——

Dan kemudian aku terbangun dari tidur ku… Ohh hanya mimpi (gumamku dalam hati)

Aku berdoa dalam hati semoga kelak aku bisa mendapatkan pendamping hidup yang sesuai dengan keinginan Bapak dan Ibu ku…



Kamis, 22 November 2012

Tinggal Aku dan Simbok Tiriku


Waktu itu Juni 2011,

sebelum kembali ke Ibu kota Jakarta aku sempatkan mendoakan

Bapak ku, Ibu kandungku, adik kecil ku dan nenek ku tersayang.

Semoga bahagia dia alam sana.




Aku sekarang tinggal dan bekerja di Jakarta sudah hampir 5 tahun aku di Ibu kota ini.

Walaupun gaji pas-pasan dan tinggal di kos-kosan tapi aku harus tetap semangat untuk mencari penghidupan di kota ini, yang banyak orang bilang “kejam”. Yahh,,, namanya juga perantauan pulang kampung paling 1 tahun sekali atau 1 tahun 2 kali. Walaupun kadang rasa kangen begitu memuncak ya aku pendam saja, nunggu sampai jadwal pulang kampung tiba…

Jauuh,, yahh begitulah keadaan sekarang, jauh dari kampung halaman, jauh dari saudara, sahabat, teman di kampung. yang ada ketika sedang sepi dan sendiri di kos-kosan, hanya bisa membayangkan mereka yang jauh disana.

Aku adalah anak tunggal ga punya saudara kandung, hemm,, biasanya anak tunggal ga boleh pergi jauh-jauh dari orang tua, tapii aku beda, aku harus berjuang tuk gapai cita-cita ku. Walaupun pada saat itu berat bagi orang tua ku tuk melepas kepergianku ke Jakarta.

Ibu kandungku sudah tiada ketika usia ku 5 tahun, kemudian aku di asuh oleh nenek ku. Mungkin saat itu aku belum tahu banyak hal tentang ibu kandungku. Tapi dari cerita nenek, katanya aku punya saudara kandung, tapi sayang adik kecil ku ikut meninggal dunia dalam kandungan bersama Ibu ku. Karena suatu penyakit kata nenek waktu itu.

Hingga suatu saat nenekku tersayang meninggal dunia, waktu itu aku masih SD. Kemudian ketika aku  SMP Bapak menikah lagi dengan Ibu tiri ku. Walaupun usia ibu tiri ku terpaut jauh dengan bapak, namun aku sebagai anak yg masih kecil waktu itu ya ngikut saja keputusan Bapak.

Walaupun dalam pikirianku Ibu Tiri itu kejam tapi ga sekejam yang aku kira selama ini.  Dia cukup baik, cukup sayang sama aku walaupun kadang cuek dan mementingkan dirinya sendiri. Yahhh,, walaupun ada beberapa sikap atau sifatnya yang ga aku sukai begitu juga oleh bapak, tapi namanya juga manusia pasti ada kekurangannya. Jujur aku lebih sayang sama Bapak.

Sampai pada suatu saat ketika aku sudah bekerja di Jakarta 2 tahun, ada kabar dari keluarga di kampung kalau Bapak meninggal dunia. Mendengar kabar itu bagai di sambar petir disiang bolong. Aku merasa kehilangan segala-galanya. Hidup ini sepertinya sudah ga berguna lagi, rasanya ingin mati dan ikut bapak ke alam sana.  Karena satu-satunya orang yang aku sayangi telah tiada.

Tapi seiring waktu berjalan setelah kepergian bapak, aku merasa Ibu Tiri mulai ada perubahan, lebih perhatian sama aku, kadang telpon cuma menanyakan sudah makan belum, atau telpon cuma pingin dengar suaraku dan masih banyak hal yang berubah.  Aku yang tadinya ga begitu respek dengan Ibu Tiriku lama-lama aku juga merasa kehilangan sosoknya ketika lama tidak telpon, lama tidak dengar suaranya atau lama tidak pulang kampung.

Yahhhh dibalik semua kejadian-kejadian yang aku alami semasa hidup ini, penuh dengan hikmah yang berarti bagi hidup ku ke depan. Banyak pelajaran yang aku dapatkan, bahwa masih banyak keluarga, saudara, teman sahabat di sana yang menyayangiku. Dan aku merasa kehilangan seseorang itu setelah seseorang itu sudah tiada lagi. seperti Bapakku dan nenek ku yang ku sayangi.

Aku ga mau penyesalan ini terjadi lagi, walaupun aku belum bisa membuat bahagia bapak, tapi aku kan coba tuk membahagiakan Ibu tiri ku, mungkin dengan itu Bapak ku kan ikut bahagia di alam sana. Walaupun sekarang Ibu tiri ku tinggal di kampung seorang diri, tapi dia tetap merasa bahagia karena masih ada aku yang walaupun jauh tapi tetap menyayanginya.

Simbok, aku kangen mbok,,,




Bapakku...



Tak terasa sudah hampir 5 tahun aku hidup dan bekerja di Jakarta.
hemm… jadi ingat waktu SMP dulu, malam itu di ruang tamu di rumah ku yg sederhana:

"Pak, besok bangunin jam 5 pagi nggih", pintaku kepada bapak.

"Lah kenapa tho Le" (Le “panggilan bapak kepadaku) tanya bapak padaku.

"Besok mau ujian ogh pak, aku mau belajar dulu pagi2 sebelum berangkat sekolah."

Pagi harinya jam berdentang pukul 6, aku bangun kesiangan, dan saat itu juga aku marah dan kesel sama bapak, "Bapak gimana to, aku ga dibangunin pagi2…!!" (nada agak kesel)
Bapak, “Maap le bapak yo kesiangan bangunnya, bapak capek, badan bapak gak enak rasanya."

Pagi itu juga aku berangkat sekolah tanpa pamitan bapak, karena aku masih merasa kesel, dan bapak pun cuma terdiam duduk di teras sambil memandang keberangkatanku.

Mungkin saat itu aku belum menyadari akan keadaan yg sedang bapak alami, mungkin dia kecapekan krn bekerja dari pagi hari pulang malam hari, tahukah aku semua itu bapak lakukan untuk ku dan keluarga.

Pada tiap pengambilan raport dari SMP hingga SMA pun bapak ga pernah bisa meluangkan waktunya untuk pengambilan raport ku, pernah aku marah dan kesel sama bapak. Kenapa Bapak ga pernah mau ?

Mungkin saat itu bapak terlalu sibuk dengan bekerja dari senin hingga hari minggu pun ga pernah libur, tapi tahukah aku, bahwa sepulang bapakku bekerja dan dengan wajah lelah bapakku selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarku dan apa yang aku lakukan seharian?

Setelah lulus SMA, aku sedikit memaksa bapak untuk melanjutkan kuliah. Ketahuilah, walaupun bapak agak berat benaknya untuk biaya kuliahku.. Tapi toh bapak tetap tersenyum dan mendukungku saat pilihanku tidak sesuai dengan keinginan bapak.. Disaat aku butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanku, orang pertama yang mengerutkan kening adalah bapak. Bapak pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Saatnya aku diwisuda dan bapak adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukku. bapak akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putra kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang”

Ketika aku menjadi pria dewasa…..
Dan aku harus pergi kerja dikota lain…
Bapak harus melepasku di stasiun Solo Balapan….

Tahukah aku bahwa badanbapak ku terasa kaku untuk memelukku?
Bapak hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhku untuk berhati-hati.
Padahal Bapak ingin sekali menangis seperti Ibu dan memelukku erat-erat.

Yang Bapak lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakku berkata “Jaga dirimu baik-baik ya Le (begitu panggilan ke aku)”. Bapak melakukan itu semua agar aku KUAT…kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

HIngga pada suatu ketika hampir 3 tahun aku bekerja di jakarta, malam itu telpon berdering malam hari. Ooo ternyata bulik ku yg telpon.

"Le njar, sedang apa le,, wis makan belum, gimana kabarnya, lakyo sehat2 aja to", begitu sapa bulikku lirih

"Iya sehat2 wae disini, Bulik, lah ada apa kok malam2 telpon".

"nggak ada apa2 kok, kamu bisa pulang nggak besok, bapak mu masuk angin pingin ketemu kamu", kata bulik. (dalam hati aku mikir ternyata sdh 6 bulan ga pulang dan hampir 2 bulan ga telpon bapak) ya udah besok coba bisa nggak, masalahe masih masuk kerja, yo ntar naik kereta malam ke solo.

Besok sorenya aku berangkat ke stasiun Tanah Abang naik kereta ekonomi. Jam masih menunjukkan pukul. 5 sore aku menunggu kedatangan keretanya jam 8 malam. sambil duduk di tangga stasiun aku menunggu kereta sambil baca2 koran.

Tiba2 saja HP berdering, ada telpon dari Om ku katanya suruh pulang cepet, dah sampai mana, hati2 dijalan, katanya.

Telpon berdering lagi dari pakdhe ku, nanyain sdh berangkat belum, ya udah hati2 dijalan, pesenya.
Ada beberapa sms dari keluarga yg lain juga masuk nanyain aku sudah, sampai mna, padahal aku masih nungggu kereta dan masih jam 8 malam berangkatnya.

Hingga ada satu sms dari temenku aku baca dengan bibir gemetar, saat itu juga bagai disambar petir aku kaget, hingga hp ku sampai terlempar, badan ini gemetar, terasa dingin, dan hampa rasanya sunyi senyap, termenung sesaat aku bagai tak sadar diri. Air mata mengalir deras, aku sudah ga tau mau gimana lagi aku bingung, biar orang2 di stasiun melihatku menangis sejadi-jadinya, aku ga peduli..

Hingga ke esokan paginya sampai dirumah, air mata tak terbendung lagi… ibu ku dengan berlinang air mata menyambut kedatanganku, pecahlah suasana haru biru di rumah ini,, ku ciumi jasad bapakku, terasa penyesalan yg sangat dalam dalam hatiku, mengapa aku harus bertemu bapakku setelah 6 bulan dalam keadaan begini,,, aku merasa bersalah,,

"Pak’ e aku wis mulih pak,, pak’e anak mu lanang wis mulih,,," lirih aku bisikin ke telinga bapak dalam tangisku.

"Bapak putra kecilmu dulu yang sering merengek sekarang sudah dewasa…"
"Bapak, putra kecilmu sekarang sedang berjuang untuk membuat Ayah senang…. dan tersenyum bahagia…."

Ayah, Bapak, atau Abah kita…
Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat…
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis…
Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanku. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal..

Doa ku selalu menyertai mu Ayah….
Semoga bahagia di alam sana…
“beloved son”




Simbok Ora Gaul





Aku ora bakal lali opo sing wis dadi dalane uripku Janji aku mesti bali nemoni simbokku yo sing tak trisnani. Saka dino rebo awakku lahir ning dunyo, Saka isone mung nangis.. ora ngerti opo-opo Banjur ditatih… ajar mlaku ngasih mlayu. Mundak gede, ngguya-ngguyu trus nangis njaluk puthu, Kabeh tak lakoni opo sing dadi dalanku.

Saka ngunthet SPP banjur dithuthuk guru, Simbokku ngasih mumed nganti jengkel diamped. Aku ora wani bali amargo wedi mengko ndak disabet simbok. Nanging simbok tetep trisno karo aku ra peduli aku bocah sing ora mutu, Onone nggawe mumed trus ninggal mlayu. Wis jaan… pokoke ra iso digugu.

Simbok...

Aku njaluk ngapurane sliramu, Marai aku kepeped ngedol jarikmu tak nggo totoan balbalan karo koncoku. Nek menang duwite tak nggo tuku buku Mbok.

Mundak gede tekane wektu bre, mulai plirak-plirik cewek terus tak singsoti suit suit… Pernah pisanan aku mbajul si Parti jebule Simbok ono ning mburi nggowo cemeti… Aku njur dioyak mubeng kampung nganti bengi. Aku jan wedi tenan ora wani mbaleni, Tapi esoke Simbok koyone wis lali gelem nggaweke mi e nganggo endog siji.

Mundak gede meneh, weruh duwit horni, ono neng mung njaluk jajan tak nggo ngapeli Si Parti sing pacarku kuwi. Si Parti onone mung ngejak njaluk tuku klambi, Tak pikir… aku kudu lungo nggolek rezeki. kanggo Simbokku karo tak nggo rabi. Moga-moga Simbok gelem ngrestoni.

Hayo wis, aku mangkat saiki!… Tekan kota Njakarta aku dadi gumun dewe, Weruh omah-omah kok gedene podo koyo kene. Dalane ruwet pancen marai mbingungke. Opo meneh panase… wah marahi kere…. Aku dadi sepet mergo le keno macet tambah mumed weruh cewek nggo rok methed. Wis pancen tak tekadi urip neng kene golek gawean nggo butuh saben dinane.

Simbok…

Aku dadi kelingan kowe, Urip neng kene ora koyo neng ndeso kae. Kabeh menungsane ngurus awake dewe, ra iso turu mikir Parti saiki kepiyee…. Aku janji arep dadi wong neng kene, Ra ketang keser-keser leh ku nggolek duwite rekasane urip ra arep tak rasake. Yo mung siji mBok... Aku njaluk donganee…

Ora krasa wis 2 taun aku urip neng kutha Njakarta. Saking kangene marang Simbok, bakdan taun iki kudu mulih kampung. Alon-alon sepur Bengawan Ekonomi sing daktumpaki wiwit nggremet. Penumpange akeh merga liburan Lebaran. Seg-segan, sing penting bisa katut, bisa mudhik tilik ngomah selak kangen karo simbok lan keluargo.

Taun iki libur lebaran meh rong minggu, lumayan tutug kena kanggo dolan-dolan. Balikku nyantai, mung kaosan karo celana jeans. Gawanku ransel isine pakaian sacukupe sing pokok kena kanggo salin. Ora keri oleh-oleh kanggo simbok lan keluarga. Rasane seneng banget enggal-enggala tekan ngomah. Sepur mlaku terus, saben-saben sok mandheg ngedhunake lan ngunggahke penumpang, mengkono sabanjure.

Jam enem esuk wis tekan kutha sing daktuju. Nanging aku isih kudu numpak bis ping pindho. Maklum omahku ana ing pelosok. Mudhun bis sing kapindho aku isih mlaku sepuluh menitan. Rasane mak nyess bakal ketemu Simbok lan keluarga. Maklum olehe mudhik mung setaun sepisan.

Mlebu plataran omah, Simbok kaget terus ngrangkul aku. Keluarga saomah padha njedhul nyalami aku rasane seneng aku mudhik tilik keluarga. Simbok nyawang aku wiwit saka sirah tekan sikil. Suwe-suwe nggugruk nangis. Aku yo melu mbrebes mili netes luh neng pipiku. Iso ketemu simbok neng omah sehat-sehat wae. Ora kurang siji-siji o.

“Wis mbok ayo mlebu ngomah mbok, “

“Wis, wis Le sesuk maneh ora usah bali, golek gawean ana kene wae sak anane!”

“Lho piye ta Mbok?”

“Ora Le, kowe nyambut gawe apa, kok bisa ngirimi aku dhuwit saben sasi. Gek dhuwit kuwi saka ngendi?”

“Dhuwit olehku kerja Mbok. Aku kerja ana pabrik.”

“Tenane?”

“Tenan Mbok, yakin!”

“Ngene Le, anggon-anggonmu kok kaya ngene? Mung kaosan, clana wae bolong nggon dhengkul, gek mblekethu sisan.” Simbok sik nakokki ijik karo sesenggukan.

“Ngene Mbok”, aku banjur njlentrehake, “iki jenenge pakaian nge-trend. Gaya gaul.”

“Gaul ki kepiye?”

“Gaul ki sing saiki lagi ngembrah dienggo cah nom-noman, Clana Jean Dhengkule Bolong.”

“Ooo…, ngono ta Le?”

“Nek Simbok tindak kutha, mengko Simbok pirsa akeh nom-noman padha nganggo clana jean sing dhengkule bolong.”

Wusanane Simbok mudheng lan manthuk-manthuk. Brayatku sing meruhi kedadean mau padha gerrr… ngekek. Simbok sik sak durunge nggugruk nangis melu guya guyu. Kedadean iki nalika Clana Jean Dhengkul Bolong dadi modhe; lagi nge-trend lan GAUL. Maklum Simbok ora gaul, Simbok durung gaul.*



_____

Sumber cerito:
http://jiwamusik.wordpress.com/2008/09/20/antiacne-simbok/
http://nurdayat.wordpress.com/2009/05/27/simbok-ora-gaul/